Pura Selukat terletak di Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar, sekitar 15 Km dari Denpasar. Pura ini merupakan tempat bagi masyarakat Bali untuk memohon air suci untuk pembersihan. Alkisah pada zaman dahulu terdapat seorang pendeta sakti di tempat ini. Pendeta ini biasa dimintai air pembersihan oleh masyarakat sekitarnya. Suatu hari, pendeta ini sedang berjalan-jalan. Seorang warga yang menderita kematian keluarganya, melihatnya di jalan. Warga ini serta merta memohon air suci pembersihan kepada pendeta ini untuk membersihkan roh keluarganya yang telah meninggal. Karena tidak ada mata air di tempat itu maka pendeta ini mengambil air sawah untuk warga ini. Air ini kemudian diberikan mantra sebagai pembersihan untuk roh orang yang meninggal. Air suci ini kemudian diberikan kepada warga tersebut. Warga ini tidak percaya bahwa air suci ini bisa meyucikan roh keluarganya karena diambil dari air sawah yang kotor. Karena itu, air ini kemudian dibuang. Air suci ini ternyata kemudian menjadi mata air yang jernih. Warga tersebut baru percaya bila air suci tersebut memang bertuah. Dia mengumumkan semua peristiwa tersebut kepada warga sekitarnya. Selanjutnya, tempat kemunculan mata air tersebut kemudian menjadi Pura Selukat, tempat warga memohon air suci untuk keluarganya yang telah meninggal. Sehingga pada setiap upacara pembersihan roh, seperti Ngaben dan Mamukur, masyarakat Bali biasanya memohon air suci di pura ini.
Melebur ”Mala”, Sucikan Diri di Pura Selukat Ketenangan dan kedamaian hati, pikiran serta jiwa adalah yang paling dicari oleh umat manusia di jagat raya ini. Bahkan kedua hal tersebut di atas, kini sampai dicari oleh orang hingga rela mengeluarkan biaya besar untuk melakukan perjalanan tirtayatra ke negeri seberang. Namun, semua itu kembali kepada rasa, yang tak terlepas dari keyakinan dari seorang untuk melebur segala mala dan menyucikan diri untuk memperoleh ketenangan dan kedamaian dalam hidup.
Seperti halnya dengan Pura Selukat. Ketenangan dan kedamaian mengalir bagi umat Hindu yang datang ke pura tersebut untuk melukat segala mala dan menyucikan diri. Air kehidupan begitu mengalir secara alami dari dalam bumi ke permukaan. Mereka datang dengan ketulusan hati ke Pura Selukat, mencari ketenangan hati dan pikiran serta kedamaian jiwa.
Mereka datang mencakupkan tangan serta melukat di Pura Selukat untuk menyucikan diri dari segala mala. Tidak hanya terbatas pada kelas sosial, mereka yang datang melukat di Pura Selukat juga atas petunjuk untuk bisa sembuh dari penyakit yang dideritanya. Seorang rohaniwan maupun pendeta juga tak luput untuk melukat di pura petirtaan yang ada di alur Sungai Pakerisan.
Tidak hanya untuk masyarakat umum, orang-orang yang belajar ilmu kebatinan, bahkan para pejabat daerah dan mantan pejabat negara kerap kali datang untuk melukat dan memohon anugerah kepada Ida Barata Selukat. ”Mereka yang datang ke Pura Selukat mempunyai tujuan masing-masing dengan cara sembahyang serta melukat,” ungkap Mangku Gede Masceti yang ngayah di Pura Selukat.
Meski bangunan pura tidak begitu luas, namun tak memperkecil makna dari kebesaran Ida Hyang Widhi Wasa dalam berbagai manifestasinya sebagai Tri Murti. Pura Selukat berada di areal persawahan Subak Tuas, Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar. Luasnya kira-kira sekitar 8 are terbagi dalam Tri Mandala, yakni jaba sisi, jaba tengah dan jeroan. Pada Utama Mandala (jeroan) terdapat bangunan Padmasana sebagai stana Hyang Widhi, Gedong Penyimpenan dan sepasang arca pendeta.
Di bagian jaba tengah (madya mandala) hanya terdapat sebuah Gedong yang di dalamnya terdapat pancuran yang merupakan saluran dari sumber mata air di Pura Selukat. Dalam Gedong Patirtaan tersebut adalah sumber air patirtaan terdiri atas tiga sumber, dari barat, utara dan timur. Sedangkan di bagian jaba sisi terdapat bangunan Pesandekan (peristirahatan) serta dua pancuran yang sumber airnya berasal dari dalam gedong untuk melukat warga yang datang ke Pura Selukat.
Kebiasaan warga setempat bahwa setiap ingin melukat di Pura Selukat tidak serta merta langsung begitu saja masuk ke jeroan. Meski telah dilengkapi dengan sesaji disertai dengan berbusana adat untuk sembahyang, perjalanan melukat diawali dengan terlebih dahulu membersihkan diri (mandi) di tepian Sungai Solas Sowan, yang berada di sebelah timur pura. Usai mandi baru dilakukan pangelukatan oleh pemangku dengan air yang berasal dari dalam gedong untuk selanjutnya dituntun masuk ke jeroan. Di tempat ini, dilakukan persembahyangan memohon untuk dihapuskan segala mala yang ada di dalam dirinya.
Kata ‘’selukat”, menurut salah satu tokoh Puri Keramas yang juga sebagai penulis I Gusti Agung Wiyat S. Ardhi, berasal dari kata ”Sulukat” — ”Su” berarti baik dan ”lukat” berarti penyucian — tempat menyucikan diri guna memperoleh kebaikan, kerahayuan. Pura Selukat ini diyakini mampu membersihkan diri seseorang secara niskala, sanggup menghilangkan segala penyakit. Mereka yang datang ke Pura Selukat adalah mereka yang sedang dirajam penyakit seperti bebai, pikiran yang kalut/kacau, dan sebagainya.
Mangku Gede Masceti menambahkan, keberadaan Pura Selukat sebagai tempat untuk melukat segala mala, khususnya penyakit tercantum dalam Usada Bebai. Mereka yang terkena penyakit ini menggunakan tirtha selukat beserta tirtha sudamala yang disertai dengan tirtha pendukung lainnya yang jumlahnya sebanyak 11 tirtha.
Warga yang datang untuk melukat di Pura Selukat dalam hal ini tidak ada sesaji khusus. Hanya, jika tujuannya sebatas menyucikan diri, memohon keselamatan, cukup membawa banten pejati. Namun, jika pernah sakit atau sedang dalam proses penyembuhan, selain membawa pejati juga ditambah sesaji yang disebut tebasan pelukatan.
Di samping untuk membersihkan diri dari segala mala, Pura Selukat juga menyimpan kekuatan lain. Pura Selukat yang kini banyak didatangi oleh warga dari luar Gianyar ini, juga mampu memberikan anugerah taksu pada keahlian seseorang. Kebanyakan taksu mengalir dari Pura Selukat merupakan taksu seniman. Namun hal tersebut tidak terlepas dari sebagaimana yang diinginkan oleh warga yang datang ke Pura Selukat.
Dalam cermatan Agung Wiyat S., keberadan Pura Selukat dalam hal ini seakan menjadi tempat persembahyangan wajib bagi para seniman yang tumbuh di daerah setempat. Keterikatan para penggiat seni dengan pura yang berlokasi di tepian Sungai Solas Sowan ini bukan semata-mata dikarenakan lokasi pura yang berada dalam satu desa. Para seniman yang ada sangat percaya Ida Batara yang berstana di Pura Selukat mampu memberikan anugerah taksu sehingga kesenian yang digeluti menjadi hidup, bertenaga dan berkarisma. Sehingga dari desa ini menetas puluhan penggelut seni teater Bali (Arja), seperti I Monjong yang namanya tentu kini masih dikenang penggemar Arja di Bali.
Ada juga yang tujuan lainnya. Mereka yang sebelum membangun kelompok kesenian, biasanya warga tangkil ke Pura Selukat, seakan meminta petunjuk. Setelah terbentuk, mereka kembali lagi ke pura untuk menyatakan permakluman serta kesungguhan hati. Setelah mendapatkan penganugerahan, para seniman ini biasanya juga ngadegang, melakukan pemujaan khusus ke hadapan Ida Batara Selukat di rumahnya masing-masing. Dari sana nantinya mereka akan memohon izin kepada Beliau sebelum akhirnya berangkat pentas.
Selain seniman di Keramas, banyak pula seniman di luar desa bahkan Gianyar yang datang untuk memohon taksu di Pura Selukat. Termasuk para pejabat daerah. Seperti halnya beberapa waktu lalu, salah satu kandidat calon bupati maupun gubernur mendatangi Pura Selukat memohon penyucian diri dan anugerah.
Keberadaan Pura Selukat dalam angka tahun sama sekali tidak diketahui. Dari berbagai sumber menyebutkan, adanya nama Pura Selukat ini selain terdapat dalam Usada Bebai, juga terdapat dalam Kesuma Dewa dan Pura Keramas. Dalam Kesuma Dewa di mana disebutkan dalam kaitannya Ida Batara Sakti Gunung Lebah Gunung Agung dalam hal mamijilkan tirtha terebesan danau disebutkan Tirtha Telaga Waja, Tirtha Selukat dan tirtha yang ada di tengah segara. ”Di sana hanya disinggung kalimat selukat sedikit,” katanya.
Namun dalam Purana Keramas disebutkan bahwa Pura Selukat dikenal dengan sebagai sumber air kehidupan. Pura ini diperkirakan ditemukan hampir bersamaan dengan Pura Masceti, oleh I Gusti Agung Maruti. Saat meninggalkan Cau Rangkan (Jimbaran), menuju arah timur laut yang diiringi 1.100 pasukan tiba di suatu tempat dan menemukan bebaturan, berlokasi di dalam hutan, dekat dengan pantai yang kini dinamakan Pura Masceti.
Setelah mengaturkan bakti kepada Ida Batara yang berstana di tempat suci tesebut, beliau yang mendapatkan petunjuk kemudian melanjutkan perjalanan menelusuri hutan yang lebat ke arah barat laut. Dalam perjalanan, kawasan perbukitan di pinggir Sungai Pakerisan ditemukan sumber air. Air ini kemudian dipergunakan sebagai sarana membersihkan diri beserta dengan iringan pasukannya.
Usai masucian, beliau beserta dengan iringan pasukannya menyusuri tepian Sungai Pakerisan. Ternyata terdapat 10 sumber mata air lainnya ditemukan sebelum akhirnya I Gusti Agung Maruti sampai di sebuah desa yang kini disebut Desa Keramas.
Sejak ditemukannya sumber mata air tersebut, kini warga di desa tersebut banyak memanfaatkan sumber air Selukat untuk keperluan penyucian diri, mengheningkan pikiran. Lambat laun, keberadaan Pura Pancoran Selukat — sebut orang di sana — kini banyak didatangi oleh orang-orang dari Tabanan, Denpasar, Bangli dan sejumlah daerah lainnya yang ada di Bali. Ketenaran pura semakin bertambah ketika dibuka Jalan IB Mantra. Mereka yang ingin tangkil dari luar daerah lebih gampang mencari air kehidupan untuk ketenangan dan kedamaian hati, pikiran serta jiwa, dan anugerah taksu dalam kehidupan
0 komentar:
Posting Komentar