Pura ini merupakan tempat pemujaan bagi umat Hindu yang rutin melakukan kegiatan upacara keagamaan setiap enam bulan sekali tepatnya pada Hari Raya Pagerwesi dan upacara besar Ngusaba Dewa yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali. Selain itu juga masih ada upacara-upacara kecil lainnya seperti upacara Saraswati, Ulian Sugimanik, Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon serta Budha Kliwon.
Sebagai Pura Kahyangan Jagat, setiap upacara yang dilaksanakan di Pura Kehen, desa yang tergabung dalam Gebog (tatanan masyarakat) Domas (800) dan Bebanuan Pura Kehen memiliki peran masing-masing, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan..
Pembagian tugas tersebut dilakukan berdasarkan dresta dan sukat yang telah dilaksankan dari tahun-ketahun dan tidak akan pernah diubah atau ditukar-tukar. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tugas masing-masing, juga memunculkan semangat kebersamaan dan saling memiliki terhadap karya yang berlangsung di Pura Kehen.
Sampai saat ini belum dapat dipastikan kapan Pura Kehen ini dibuat, namun berdasarkan tiga prasasti yang ditemukan, tertulis angka 1204 Masehi. Adapun kata Kehen berasal dari istilah “keren” atau tempat api yang berhubungan dengan prasasti pertama yang menyebutkan kata-kata Hyang Api, Hyang Karinama, Hyang Tanda serta nama-nama biksu. Dengan dijadikannya pura ini sebagai salah satu cagar budaya dan objek wisata maka dibuatlah beberapa fasilitas pendukung seperti: area parkir yang luas, toilet, dan warung penjual makanan dan minuman.
Lokasi Pura Kehen berada di Desa Cempaga, Bangli berjarak kira-kira 40 km dari Kota Denpasar Bali sehingga dapat ditempuh dalam waktu sekitar 50 menit perjalanan.
Pura Kehen memiliki nilai histori yang sangat tinggi, sehingga harus tetap dijaga kelestariannya.
0 komentar:
Posting Komentar